Minggu, 03 Mei 2015

Tafsiran Ayat shadaqah




 Tafsiran Ayat Shadaqah
Oleh: Muhammad Ibdaul Hasan Am Asroh
I.       Pendahuluan
Maha suci Allah S.W.T yang telah menurunkan al-quran sebagai pedoman umat islam. Di dalamnya telah diatur segala urusan, baik tentang muamalah, ubudiyah, akidah, dan lain sebagainya. Alquran adalah kitab suci yang benar-benar komprehensif, serasi, dan penuh dengan keajaiban-keajaiban.
Salah satu yang detail diterangkan oleh alquran adalah ubudiyah. Ubudiyah ada yang sifatnya individual dan sosial. Individual misal seperti solat, zakat, haji, dan lain sebagainya. Ibadah sosial missal zakat, sodaqoh, dan lain sebagainya. Dalam tatanan masayarakat ibadah sosial memiliki lebih banyak manfaat dari pada ibadah yabg sifat individual, karena kemanfaatannya memang bisa di rasakan oleh orang lain. Maka dalam kaidah hukum islam ibadah sosial lebih memiliki banyak pahala dari pada ibadah yang sifatnya individu.
Salah satu ibadah sosial yang diterangkan oleh alquran adalah sodaqoh. Ada beberapa ayat yang secara khusus dan jelas menerangkan tentang keutamaan sodaqoh. Alquran memang cukup memperhatikan tentang sodaqoh, karena memang ia adalah sesuatu yang urgen dalam kehidupan sosial kemasyarakatan maupun keagamaan. Dengannya akan sangat mungkin terjadi adanya keseimbangan antara si miskin dengan si kaya. Sodaqoh pula memberikan nafas pada penyiaran agama islam secara terus menerus.
Pada kesempatan kali ini saya akan mengulas  ayat 92 dari surat Ali Imron yang membahas tentang sodaqoh, serta bagaimana pendapat ulama terhadap ayat tersebut. Disini juga akan coba diterangakan pengertian dari sedekah dan juga beberapa manfaat dan kenikmatannya. Semoga menjdi khazanah yang baik bagi keilmuan kita dan menumbuhkan sifat rasa berbagi kita terhadap sesama.
Dari uraian diatas maka dapat ditarik rumusan masalah yang kira-kira akan dibahas dalam makalah ini, agar pembahasannya jadi efektif dan efisien.
  1. Pengertian sodaqoh
  2. Penafsiran ayat 264-265surat Al-Baqarah dan ayat-ayat yang berubungan
  3. Manfaat dan nikmat sodaqoh
II.    Tafsiran Ayat Shadaqah
A.    Pengaertian Shadaqah
            Shadaqah ialah pemberian sesuatu kepada seseorang yang membutuhkan, dengan mengharap ridha AllahSubhânahu wa Ta’âlâ semata. Dalam kehidupan sehari-hari biasa disebut sedekah. Pengertian sodaqoh ini memeng agak berbeda dengan pengertian hadiah dan hibah, karena memang  tujuannya berbeda walau dalam implementasinya hampir mirip. Bershadaqah haruslah dengan niat yang ikhlas, jangan ada niat ingin dipuji atau dianggap dermawan dan jangan menyebut-nyebut shadaqah yang sudah dikeluarkan apalagi menyakiti hati si penerima.
Pemberian shadaqah kepada perorangan lebih utama kepada orang yang terdekat dahulu, yakni sanak famili dan keluarga, anak-anak yatim tetangga terdekat, teman sejawat, dan seterusnya. Shadaqah itu tidak hanya dalam bentuk materi, tetapi juga dalam bentuk tindakan seperti senyum kepada orang lain termasuk shadaqah. Hal ini sesuai dengan Sabda Rasulullah Salla Allah ‘Alaihi wa sallam :
تَبَسُّمُكَ فِىوَجْهِ أَخِيْكَ لَكَ صَدَقَةٌ (رواهالبخارى)
“Tersenyum dihadapan temanmu itu adalah bagian dari shadaqah” (HR. Bukhari)

B.     Tafsiran Surat Al-Baqarah ayat 264

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تُبْطِلُوا صَدَقَاتِكُمْ بِالْمَنِّ وَالأذَى كَالَّذِي يُنْفِقُ مَالَهُ رِئَاءَ النَّاسِ وَلا يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ صَفْوَانٍ عَلَيْهِ تُرَابٌ فَأَصَابَهُ وَابِلٌ فَتَرَكَهُ صَلْدًا لا يَقْدِرُونَ عَلَى شَيْءٍ مِمَّا كَسَبُوا وَاللَّهُ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ(264)
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya' kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan Hari Kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu jadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatu pun dari apa yang mereka usahakan dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir. (Al-Baqarah: 264).
Allah Subhânahu wa Ta’âlâ berfirman, (يَاأَيُّهَا الَّذِيـنَ ءَامَنُوا لاَ تُبْطِلُوا صَدَقَاتِكُم بِالْمَنِّ وَاْلأَذَى )“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan pahala sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima).” Allah Subhânahu wa Ta’âlâmemberitahukan bahwa pahala sedekah itu bisa batal dengan tindakan menyebut-nyebut sedekah itu dan juga tindakan menyakiti si penerima sedekah tersebut. Jadi, pahala sedekah itu tidak akan pernah ada karena kesalahan yang berupa tindakan menyebut-nyebut pemberian dan menyakiti hati si penerima sedekah.[1]
Ibnu AbîḤâtim mengatakan dari Sadî dalam ayat lil mu’minin “ Janganlah menghilangkan sadaqah kalian dengan menyebut-nyebut dan menyakiti (si penerima), maka hilanglah sadaqah kamu jika kamu mensadaqahnya dengan riya’, seperti mensadaqahkan harta kalian dengan niat ingin di lihat orang.[2]
Lebih lanjut Allah Subhânahu wa Ta’âlâ berfirman, ( كَالَّذِي يُنفِقُ مَالَهُ رِئَآءَ النَّاسِ ) “Seperti orang yang menafkahkan hartanya kerena riya’ kepada manusia.” Maksudnya, janganlah kalian menghapuskan pahala sedekah kalian dengan menyebut-nyebut pemberian dan menyakiti si penerima sedekah, sebagaimana terhapusnya pahala sedekah yang dikerjakan karena riya’ kepada manusia, di mana ia memperlihatkan kepada orang-orang bahwa ia bersedekah untuk mencari keridhaan Allah Subhânahu wa Ta’âlâ, padahal niat yang sebenarnya adalah untuk mencari pujian orang lain serta bermaksud mendapatkan kepopuleran dengan sifat-sifat yang baik supaya dengan demikian itu ia akan memperoleh ucapan terima kasih atau mendapat sebutan, “Orang yang dermawan” dan hal-hal duniawi lainnya, dengan memutuskan perhatiannya dari mu’amalah dengan AllahSubhânahu wa Ta’âlâ dan dari tujuan meraih keridhaan Allah Subhânahu wa Ta’âlâ serta memperoleh limpahan pahala-Nya. oleh karena itu, Allah Subhânahu wa Ta’âlâ berfirman, ( وَلاَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَـوْمِ اْلأَخِرِ ) “Dan ia(Orang munafiq)[3] tidak beriman kepada Allah Subhânahu wa Ta’âlâdan hari akhir.”[4]
Kemudian Allah Subhânahu wa Ta’âlâ memberikan perumpamaan orang yang berinfak dengan disertai riya’ tersebut. Adh-Ḍḥahhak mengatakan, mengenai orang yang menyertai infaknya dengan tindakan menyebut-nyebut pemberian atau menyakiti si penerima sedekah, Allah Subhânahu wa Ta’âlâ berfirman, (فَمَثَلُهُكَمَثَلِصَفْوَانٍ ) “Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin.” “صَفْوَانٌ adalah jamak (plural) dari kata “صَفْوَانَةٌ. Di antara ulama ada yang mengatakan, kata “صَفْوَانٌ dapat juga sebagai mufrad (kata tunggal), yang berarti batu yang licin. (عَلَيْهِتُرَابٌفَأَصَابَهُوَابِلٌ ) “Yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat.” (فَتَرَكَهُصَلْدًا ) “lalu ia menjadi bersih (tidak bertanah).” Maksudnya, hujan itu menjadikan batu tersebut licin, tidak ada sesuatu pun di atasnya, karena semua tanah yang ada di atasnya telah hilang. Demikian halnya dengan amal perbuatan orang-orang yang riya’, akan hilang dan lenyap di sisi AllahSubhânahu wa Ta’âlâ, meskipun tampak oleh mereka amal perbuatan mereka tersebut, seperti tanah di atas batu tersebut di atas. Oleh karena itu, Dia berfirman, (لاَّيَقْدِرُونَعَلَـىشَىْءٍمِّمَّاكَسَبُواوَاللهُلاَيَهْدِيالْقَوْمَالْكَافِرِينَ )“Mereka tidak menguasai sesuatu pun dari apa yang mereka usahakan. Dan Allah Subhânahu wa Ta’âlâtidak memberi pentunjuk kepada orang-orang yang kafir.”[5]
C.    Tafsiran Surat Al-Baqarah Ayat 265
وَمَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمُ ابْتِغَاءَ مَرْضَاةِ اللَّهِ وَتَثْبِيتًا مِنْ أَنْفُسِهِمْ كَمَثَلِ جَنَّةٍ بِرَبْوَةٍ أَصَابَهَا وَابِلٌ فَآتَتْ أُكُلَهَا ضِعْفَيْنِ فَإِنْ لَمْ يُصِبْهَا وَابِلٌ فَطَلٌّ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ(265)
“Dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan harta mereka karena mencari keridhaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka hujan gerimis (pun memadai). Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu perbuat.(Q.S Al Baqarah 265).
Ini merupakan perumpamaan orang-orang yang beriman yang menginfakkan hartanya untuk mencari keridhaan Allah Subhânahu wa Ta’âlâ, (وَ تَثْبِيتًا مِّنْ أَنفُسِهِـمْ )Dan untuk keteguhan jiwa mereka.” Artinya, mereka benar-benar yakin dan teguh bahwa Allah Subhânahu wa Ta’âlâakan memberikan pahala atas perbuatan mereka tersebut dengan pahala yang lebih banyak.[6]
Dan yang sejalan dengan hal itu adalah makna sabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadis yang telah disepakati keshahihannya, yang berbunyi:
(مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا) الخ
“Barangsiapa berpuasa pada bulan Ramadhan karena iman dan karena peng-harapan pahala dari Allah…”
Artinya, ia beriman bahwa Allah Subhânahu wa Ta’âlâyang telah mensyariatkannya dan mengharapkan pahala di sisi-Nya.
Mengenai firman-Nya, (وَ تَثْبِيتًا مِّنْ أَنفُسِهِـمْ )“Dan untuk keteguhan jiwa mereka.” Asy-Sya’abi mengatakan, “Artinya, percaya dan yakin.” Hal senada juga dikatakan Qatâdah, Abu Ṣâliḥ dan Ibnu Zaid dan menjadi pilihan Ibnu Jarir. Mujahid dan al-Hasan mengatakan, “Artinya mereka benar-benar teguh ke mana menyerahkan sedekah mereka.”[7]
Dan firman-Nya lebih lanjut, (كَمَثَلِ جَنَّةٍ بِرَبْوَةٍ )“Seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi.” Maksudnya, sepeti sebuah kebun di dataran tinggi. Demikian menurut jumhurul ulama. Rabwah berarti tanah tinggi. Ibnu AbbasRadiyallahuanhu dan adh-Ḍḥahhak menambahkan, “Dan di dalamnya mengalir sungai-sungai.”[8]
Ibnu Jarir rahimahullahu mengatakan, “Rabwah terdapat dalam tiga bahasa yaitu tiga qira’ah (bacaan). Penduduk Madinah, Hijaz, dan Irak secara keseluruhan membacanya, Rubwah (dengan didhomah ra” nya) dan sebagian penduduk Syiria dan Kufah membacanya, Rabwah (dengan difathah ra” nya). Ada juga yang mengatakan, Rabwah ini merupakan bahasa Kabilah Tamim. Juga dibaca, ribwah (dengan dikasrah “ra” nya), dan disebutkan bahwa yang demikian itu adalah qira’ah Ibnu AbbasRadiyallahuanhu.[9]
Firman-Nya, (أَصَابَهَا وَابِلٌ )Yang disiram oleh hujan lebat.”وَابِلٌ berarti hujan lebat ( yang mengalir)[10], sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya. Maka kebun itu menghasilkan ( أُكُلَهَا)maksudnya yaitu, bauahnya. ( ضِعْفَيْـنِ )“Dua kali lipat.”Dalam kitab tafsir Bayḍâwî kata-kata ( ضِعْفَيْـنِ )diartikan empat kali lipat.[11]Jika dibandingkan dengan kebun-kebun lainnya. ( فَإِن لَّمْ يُصِبْهَا وَابِلٌ فَطَلٌ )“Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka hujan gerimis (pun sudah memadai).” Adh-Ḍḥahhak mengatakan, طَلٌّ berarti gerimis. Dengan hujan lebat itu, kebun tersebut tidak akan pernah kering dan gersang, karena meskipun kebun itu tidak mendapatkan curahan hujan lebat, ia telah mendapatkan percikan gerimis. Dan air gerimis itupun sudah cukup memadai. Demikianlah amal orang mukmin, ia tidak akan sia-sia, bahkan Allah terima, diperbanyak-nya (pahalanya), serta dikembangkan sesuai dengan jerih payah orang yang beramal. Oleh karena itu, Dia berfirman, ( وَ اللهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيـرٌ ) “Dan AllahSubhânahu wa Ta’âlâ Mahamelihat apa yang kamu kerjakan.” Artinya, tidak ada sesuatu pun dari amal hamba-hamba-Nya yang tersembunyi dari-Nya.[12]

D.    Beberapa pelajaran berharga yang dapat diambil dari ayat-ayat tersebut, diantaranya:
1. Diharamkannya mengungkit-ungkit pemberian, dan menyakiti hati orang yang diberikan shadaqah kepadanya, yang mana hal ini dapat menghapuskan pahala shadaqah tersebut, ini didasarkan pada firman Allah ta’ala: (يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَ تُبْطِلُوا صَدَقَاتِكُم بِالْمَنِّ وَاْلأَذَى) : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima)”.
2. Diharamkannya riya (ingin dilihat oleh orang) dalam beramal shaleh, ini didasarkan pada firman Allah ta’ala: (كَالَّذِي يُنفِقُ مَالَهُ رِئَآءَ النَّاسِ): “Seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya' kepada manusia”. Termasuk dalam hal ini adalah Sum’ah (memperdengarkan atau memberitahukan amalan kepada orang lain), dan keduanya (riya dan sum’ah) dapat menghapus pahala ibadah.
3. Bahwasanya tidak dianggap infaq kecuali dari harta yang dimiliki, ini didasarkan kepada firman Allah ta’ala : (َأَمْوَالَهُمُ): “Harta mereka” , oleh sebab itu jikalau seseorang menginfaqkan harta milik orang lain di jalan Allah, maka tidak akan diterima dan tidak mendapat pahala, kecuali dengan izin si pemiliknya.
4.Pada ayat ini dijelaskan pengaruh niat dalam menentukan diterimanya amal, ini didasarkan pada firman Allah ta’ala: (ابْتِغَآءَ مَرْضَاتِ اللهِ): “Mencari keridhaan Allah”. Pada ayat ini juga terkandung pelajaran bahwasanya ikhlas merupakan syarat diterimanya amal.
5. Bahwasanya infaq tidak akan memberikan manfaat, kecuali sesuai dengan yang diperintahkan syariat, ini berdasarkan firman Allah ta’ala: (ابْتِغَآءَ مَرْضَاتِ اللهِ): “Mencari keridhaan Allah” yaitu barangsiapa yang mengharapkan sesuatu maka ia akan menempuh suatu jalan yang menghantarkan ia kepadanya, dan tidak ada jalan yang menghantarkan kepada ridha Allah ta’ala kecuali yang sesuai dengan syari’atnya pada jumlah, jenis, dan sifat (tata cara), Allah ta’ala berfirman: (وَالَّذِينَ إِذَآ أَنفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَلِكَ قَوَامًا): “Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian”.(QR. Al-furqan: 67).
6. Penetapan sifat ridha bagi Allah, ini berdasarkan firmanNya: (مَرْضَاتِ الله) : “keridhaan Allah”, yang mana sifat ini adalah merupakan sifat (dalam bentuk -red) perbuatan.
7. Di ayat 265 ini terdapat penjelasan bahwa keteguhan hati (keinginan yang ikhlas -red) pada amalnya, dan ketenangan jiwanya dalam melakukan amalan tersebut merupakan sebab diterimanya amalan yang ia lakukan, ini berdasarkan firman Allah ta’ala:( وَتَثْبِيتًا مِّنْ أَنفُسِهِمْ) “Untuk keteguhan jiwa mereka”. Maka tidaklah seseorang melakukan sebuah amalan dengan terpaksa kecuali padanya terdapat sifat kemunafikan, ini sebagaimana firman Allah ta’ala (وَلاَيُنفِقُونَ إِلاَّ وَهُمْ كَارِهُونَ) : “dan tidak (pula) menafkahkan (harta) mereka, melainkan dengan rasa enggan. (QS. At-Taubah : 54)”
8. Bahwasanya pada ayat ini Allah memberikan penjelasan dengan menggunakan benda-benda nyata seperti orang yang menginfakan hartanya yang diiringi dengan mengungkit-ungkit pemberiannya dengan kebun yang ada pada ayat 266, beberapa permisalan lainnya. Ini lebih memudahkan seseorang dalam memahami apa yang disampaikan.
9. Bahwasanya Allah telah menjelaskan kepada para hamba-Nya tentang tanda-tanda kekuasaan-Nya yang syar’i dan tanda-tanda kekuasaanNya dalam alam semesta ini, dan ini semua telah dijelaskan di dalam kitab-Nya dengan sesempurna penjelasan.
10. Anjuran untuk memikirkan (akan tanda-tanda kekuasaan Allah), dan inilah tujuan yang paling utama dalam ayat ini (لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُونَ): “Supaya kamu memikirkannya”.




         E. Mangfaat dan Hikmah sedekah
1. Amalan yang Utama
Rasulullah Salla Allah ‘Alaihi wa sallam telah bersabda:
“Tangan yang di atas lebih baik daripada tangan yang di bawah. Tangan diatas adalah yg memberi dan tangan di bawah adalah yang menerima”(HR. Muslim)
Umar Bin KhathtabRadiyallahuanhu pernah berkata:
“Sesungguhnya amalan-amalan itu saling membanggakan diri satu sama lain, maka sedekahpun berkata (kepada amalan- amalan lainnya),’Akulah yang paling utama diantara kalian’
2. Melindungi Dari Bencana
Rasulullah Salla Allah ‘Alaihi wa sallam pernah bersabda seperti dibawah ini:
“Obatilah orang sakit diantara kalian dg sedekah”
Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah mengatakan:
“Sesungguhnya sedekah bisa memberikan pengaruh yg menakjubkan utk menolak berbagai macam bencana sekalipun pelakunya orang yang fajir (pendosa), zhalim atau bahkan orang kafir, karena Allah Subhânahu wa Ta’âlâ akan menghilangkan berbagai macam bencana dengan perantara sedekah tersebut…”
3. Berlipat Ganda Pahalanya
Allah Subhânahu wa Ta’âlâ telah berfirman:
“Perumpamaan (infak yg dikeluarkan oleh) orang-orang yg menginfakan hartanya di jalan Allah adalah serupa dg sebutir benih yg menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiapbulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yg Dia kehendaki, dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui(QS.Al-Baqarah:261)
Rasulullah Salla Allah ‘Alaihi wa sallam juga bersabda:
“Barangsiapa bersedekah senilai satu biji kurma yg berasal dari mata pencaharian yg baik—dan AllahSubhânahu wa Ta’âlâ tidak akan menerima kecuali yg baik—maka sesungguhnya AllahSubhânahu wa Ta’âlâ akan menerimanya dg tangan kanan-Nya, kemudian dipelihara untuk pemiliknya, sebagaimana seseorang diantara kalian memelihara anak kuda, sehingga sedekah itu menjadi (besar) seperti gunung”
4. Dapat Menghapus Dosa dan Kesalahan
Rasul Salla Allah ‘Alaihi wa sallam bersabda:
“Bersedekahlah kalian, meski hanya dg sebiji kurma. Sebab, sedekah dapat memenuhi kebutuhan orang yang kelaparan, dan memadamkan kesalahan, sebagaimana air memadamkan api”
Beliau juga menasehatkan kepada para pedagang:
“Wahai sekalian pedagang,sesungguhnya setan dan dosa menghadiri jual beli kalian, maka sertailah jual beli kalian dengan sedekah.”[13]
III. Kesimpulan
          Shadaqah ialah pemberian sesuatu kepada seseorang yang membutuhkan, dengan mengharap ridha AllahSubhânahu wa Ta’âlâ semata. Dalam kehidupan sehari-hari biasa disebut sedekah. Pengertian sodaqoh ini memeng agak berbeda dengan pengertian hadiah dan hibah, karena memang  tujuannya berbeda walau dalam implementasinya hampir mirip. Bershadaqah haruslah dengan niat yang ikhlas, jangan ada niat ingin dipuji atau dianggap dermawan dan jangan menyebut-nyebut shadaqah yang sudah dikeluarkan apalagi menyakiti hati si penerima.
Allah Subhânahu wa Ta’âlâ berfirman,
(يَاأَيُّهَا الَّذِيـنَ ءَامَنُوا لاَ تُبْطِلُوا صَدَقَاتِكُم بِالْمَنِّ وَاْلأَذَى )
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan pahala sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima).”
Allah Subhânahu wa Ta’âlâmemberitahukan bahwa pahala sedekah itu bisa batal dengan tindakan menyebut-nyebut sedekah itu dan juga tindakan menyakiti si penerima sedekah tersebut. Jadi, pahala sedekah itu tidak akan pernah ada karena kesalahan yang berupa tindakan menyebut-nyebut pemberian dan menyakiti hati si penerima sedekah.
Mangfaat dan hikmahnya adalah Amalan yang Utama, Melindungi Dari Bencana, Berlipat Ganda Pahalanya, Dapat Menghapus Dosa dan kesalahan.
Daftar Pustaka
Al Qur’an
Bayḍâwî (Al-), Muhammad ‘Ali. “Tafsir Al Bayḍâwî. Bairut: Dar Kutub, 2011 M.
Damashqi(Al-), Ibnu Kathîr. “Tafsir Al-Qur’an Al-Adzim”. Bairut: Dar Fikr, 2011 M.
Mahallî (Al-), Jalaluddin dan As-Suyûtî, jalaluddin. “Tafsir Jalalain”. Hadra Mauta: Dar Al-Kutub, 2011 M.
Sayûṭi (Al-), Imâm. “al Dur al Mansûr fî Tafsîri al Maksûr”. Bairut: Dar al-Kotob, 2010.


[1]Ibnu Kathîr, Tafsir al Qur’an al Adzîm, (Barût: Dar al fikr, 2011), 1:291.
[2] Imâm al-Sayûi, al Dur al Mansûr fî Tafsîri al Maksûr. (Bairut: Dar al-Kotob, 2010), 600.
[3] Jalâludyin, Tafsir jalâlyin, (Ḥaḍra Mauta: Dar al kutub, 2011), 86.
[4] Ibnu Kathîr, Tafsir al Qur’an al Adzîm, (Barût: Dar al fikr, 2011), 1:291.
[5] Ibid., 1: 291-292.
[6] Ibid., 1: 292
[7] Ibid., 292.
[8] Ibid., 292
[9] Ibid., 292
[10] Muhammad Ali Bayâwî, Tafsîrul Bayâwî, ( Bairut: Dar kutub, 2011), 139.
[11] Ibid., 139
[12] Ibid., 292
[13]http://motivational-stories-example.blogspot.com/2012/09/10-keutamaan-dan-manfaat-sedekah.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar