Selasa, 20 Oktober 2015
Minggu, 11 Oktober 2015
Ruang Lingkup Oksidentalis
Ruang Ligkup Oksidentalisme
Oleh: Muhammad Ibdaul Hasan
I.
Pendahuluan
Filosof di dunia ini banyak sekali, dengan
berbagai ide atau gagasannya mereka mencoba menggali hakikat sesuatu dengan
konsep dasar ontologi, epistemologi dan aksiologi yang berbeda-beda. Mereka
saling mengkritik satu sama lainnya, untuk mendapatkan hakikat yang lebih bisa
diterima oleh semua kalangan masyarakat. Mulai dari filosof yang berkembang di
Barat hingga Timur. Walau objek kajian mereka sama namun dalam hasilnya pasti
ada perbedaan walau kadang perbedaan itu tidak signifikan. Ketika muncul
Orientalisme sebagai lawannya muncul pulalah Oksidentalisme. Dimana paham ini
dicetuskan oleh Hassan Hanafi.
Berangkat dari hal itu makalah ini akan menyelesaikan apa itu
Oksidentalis, tujuan Oksidentalis, tokoh-tokohnya serta latar belakang
munculnya Oksidentalis.
II.
Oksidentalis
A.
Pengertian Oksidentasis
Secara etimologisisilah Oksidentalisme bersal dari bahasa Inggris
Occidentalism yang berarti hal-hal yang berhubungan dengan barat, baik budaya,
ilmu dan aspek sosialnya. [1]
Secara terminologis oksidentalis adalah suatu cara dan kebiasaan yang dilakukan
sarjana Timur untuk memberi karakteristik dunia Barat mencakup studi tentang
budaya, bahasa, sastra, agama dan sebagai hal mengenai kebaratan.[2]
Luthfi Asy-Syaukani sendiri dalam karangannya Oksidentalisme: Kajian Barat Setelah Kritik
Orientalisme terhadap Ulumul Qur’an mengatakan secara harfiah oksidentalisme
berarti hal-hal yang berhubungan dengan Barat, baik itu budaya, ilmu dan aspek
sosial lainnya.[3]
Walau istilah oksidentalisme adalah antonim dari Oreantalisme, tapi
di sini ada perbedaan lain, oksidentalisme tidak memiliki tujuan hegemoni dan
dominasi sebagaimana orientalisme. Tetapi, para oksidentalis hanya ingin
merebut kembali ego Timur yang telah dibentuk dan direbut Barat. Lebih jelasnya
kami sajikan table perbedaanya.
Berikut ini dikemukakan perbedaan barat dan timur secara tipologis:[4]
|
Dunia Barat
|
Dunia Timur
|
Landasan
Filosofi
|
Dunia Barat
filologi
|
Dunia Timur
dan Islam
|
Epistomologis
|
Landasan
ilmiah: Empirik rasional. Tidak ada justifikasi dari yang non-empiris.
|
Landasan
ilmiah: non-empiris (al-Qur’an dan hadis). Keduanya tempat mengkonsultasikan
rasio dan empirik.
|
|
Ilmu
mengutamakan : epistemologis, metodik
|
Ilmu
mengutamakan: ontologism dan oksiologis
|
Ontologis
|
Manusia
sebagai titik pusat alam semesta dan sumber serta orientasi ilmu dan tujuan
aktivitas
|
Tuhan sebagai
titik pusat orientasi ilmu dan tujuan aktivitas
|
Aksiologis
|
Ilmu untuk
power etika: Relatif, kondisional.
|
Ilmu untuk amal
etika: mutlak,konstan
|
B.
Sejarah Munculnya Oksidentalis
Latar belakang dan sejarah munculnya oksidentalisme. Berbicara
tentang latar belakang dan sejarah munculnya oksidentalisme tidak bisa kita
lewatkan begitu saja sejarah kecemerlangan peradaban islam dan masa kegelapan
peradaban dunia barat. Sejarah telah mencatat era kecemerlangan dunia timur
khususnya peradaban Islam, bahkan peradaban keilmuan barat berhutang budi
dengan peradaban keilmuan Islam. Dan ini tidak bisa dipungkiri lagi, Kita ingat
masa-masa kegelapan dunia barat sebelum masa kebangkitan, doktrin gereja sangat
mendominasi dan mengekang kebebasan mereka dalam bertindak bahkan dalam
berpikir, semuanya harus sejalan dengan ajaran gereja yang menjadikan bangsa
barat terbelakang dari peradaban lainya. Peradaban Islam waktu itu sangat
bertolak belakang dengan peradaban barat, peradaban Islam sangat mencolok dan
maju pesat bak anak panah, universalnya Islam telah mengubah bangsa timur dari
bangsa yang terbelakang dan primitif menjadi bangsa yang maju baik dari segi
agama, pemerintahan-politik, ekonomi dan ilmu pengetahuan. Keadaan ini membuat
para pemikir dan cendikiawan barat (bisa disebut oreantalis masa awal) yang
sudah bosan dengan doktrin gereja yang kadang tidak sesuai dengan nalar telah
terinspirasi serta melirik peradaban Islam dan mempelajarinya, mereka hijrah ke
wilayah kekuasaan Islam dan belajar dari ilmuan-ilmuan Islam, maka lambat laun
setidaknya dalam beberapa pereode telah merubah wajah barat dari kungkungan
kegelapan.
Ketika bangsa Barat mulai bangkit dari keterbelakangan mereka
(renaissance), setelah belajar dari dunia timur khususnya peradaban Islam,
dunia Islam mulai keropos, sedikit demi sedikit dan terus terpuruk disebabkan
pemimpin-pemimpin islam yang lemah, setelah peradaban Islam dihancur-ludeskan
oleh pasukan Tartar (bangsa Mongol). Maka barat semakin menunjukkan jayanya dan
terus berkembang hingga abad ini. Dari sini muncul tokoh-tokoh oreantalis
(pengkaji peradaban ketimuran) yang dengan seiring perjalanan waktu telah
berubah menjadi suatu kajian yang bukan hanya mempelajari keilmuan peradaban
timur tapi semua yang terkait dengan ketimuran termasuk bagaimana cara
menguasai dunia timur (Islam) dan penjajahan.
Dalam sejumlah karya orientalis, yang lebih banyak ditonjolkan
ialah unggulnya orang-orang Barat serta mengerdilnya segala yang terkait dengan
Timur khususnya Islam. Mereka senantiasa mengemukakan orang-orang Timur tidak
berbudaya, bodoh, keras, kasar, dan tidak punya potensi, untuk membuktikan ini
para oreantalis telah mendistorsi sejarah dan mengagungkan kemajuan peradaban
mereka serta menghilangkan jejak bahwa mereka pernah belajar dari Timur (Islam).
Misalnya mereka (oreantalis) telah membaratkan nama seorang tokoh ilmuan Islam
seperti Ibnu Sina menjadi Avecina, Ibnu Rusd menjadi Averos dan sebagainya.
Atas dasar itu, muncul kesadaran baru di dunia Timur (pemikir dan
pembaharu Islam) bahwa selama ini mereka dibodohi kajian-kajian ketimuran
(orientalisme) itu. Lahirlah apa yang disebut kajian kebaratan atau yang
dikenal dengan istilah oksidentalisme. Kajian ini adalah upaya untuk menandingi
oreantalisme dan merebut kembali ego Timur yang telah direbut oleh Barat.[5]
C.
Tujuan Oksidentalis
1.
Oksidentalisme
sebagai sebuah upaya pembebasan
Pembaruan terhadap tradisi klasik bertujuan untuk mengubah cara pandang
umat terhadap tradisi. Dengan demikian diharapkan pandangan kita berfokus dalam
realitas. Akan tetapi hal ini tidaklah cukup. Karena bersikap kritis terhadap tradisi
klasik memungkinkan seseorang bertaklid kepada barat. Hal ini tidak diinginkan
oleh Hanafi. Untuk itu diperlukan Oksidentalisme sebagai benteng sekaligus
penyeimbang dari tradisi barat.
Tujuan dirumuskanya oksidentalisme adalah untuk menghadapi pengaruh
westernisasi yang telah memiliki pengaruh yang sangat luas. Westernisasi
mengancam kemerdekaan ego dalam banyak hal. Banyak Negara-negara ketiga yang
telah terseret oleh arus westernisasi. Jika kita ambil contoh di Indonesia
misalnya, baik itu kalangan intelektual maupun dari budaya para remaja pada
umumnya. Para intelektual yang terbaratkan
selalu bangga ketika merujuk kebarat meskipun harus melupakan budaya dan
akar sejarah sendiri. Meskipun hal itu jelas merupakan suatu reduksi yang luar
biasa. Barat adalah pusat peradapan, untuk itu kita harus senantiasa
“menyembahnya” meskipun itu berakibat hilangnya tradisi intelektual yang
mencerminkan budaya kita.[6]
Sebagai reaksi atas orientalisme, maka tugas baru ini, menurut Hanafi,
adalah mengembalkan barat ke batas alamiahnya keinginan seperti ini lahir atas
dasar kesadaran bahwa kejayaan
imperialism menyebar melalui peguasaan media informasi, kantor-kantor
berita,peran penerbitan besar, pusat penelitian ilmiah dan lain-lain.
2.
Kiri
Islam
Kiri Islam lahir atas dasar
kesadaran umat Islam yang ingin membebaskan dirinya dari penjajahan. Kiri Islam
adalah sebuah forum diantara pergerakan Islam modern yang muncul dari berbagai
kalangan dunia Islam. Meskipun jurnal ini sempat tebit sekali namun
keberadaannya patut untuk diperhitungkan. Bagi Hanafi, wahyu akan dianggap wahyu
yang sesungguhnya, bukan karena ia diturunkan oleh tuhan belaka, akan tetapi
ketika ia mampu menjadi spirit perubahan pada tataran akar rumput zaman.
Pandangan seperti ini membawa kesimpulan bahwa Islam adalah protes, oposisi
dan revolusi. Karena pembelaanya terhadap yang lemah, maka konsekuensinya ialah
harus berhadapan dengan yang kuat dan menindas.[7]
Kiri Islam merupakan sintesis dari eksplorasi dan tafsir yang
cerdas terhadap khazanah keilmuan Islam, sekaligus analisi konsep Marxian atas
kondisi objektif yang terjadi di
masyarakat. Yang dmaksud tradisi disini ialah tradisi keagamaan yang membentuk kebudayaan
massa. Epistemologi kiri Islam bertumpu pada tiga hal, yait, tradisi Islam,
kedua, fenomenologi, dan ketiga, analisis social Marzian.[8]
D.
Tokoh-Tokoh
Ada beberapa tokoh oksidentalisme yang mayoritas
mereka adalah pemikir dan tokoh pembaharu islam :
1) Jamaluddin al-Afghani
Jamaluddin
al-Afghani dilahirkan di As’adabad, dekat Kanar di Distrik Kabul, Afghanistan,
pada tahun 1838 (1254 H.[9]
Beliau adalah pahlawan besar dan salah seorang putra terbaik Islam. Kebesaran
dan kiprahnya membahana hingga ke seluruh penjuru dunia. Sepak terjangnya dalam
menggerakkan kesadaran umat Islam dan gerakan revolusionernya yang
membangkitkan dunia Islam, menjadikan dirinya orang yang paling dicari oleh
pemerintahan kolonial ketika itu, Inggris. Tapi, komitmen dan konsistennya yang
sangat tinggi terhadap nasib umat Islam, membuat Al-Afghani tak pernah kenal
lelah apalagi menyerah.
2) Dr. Muhammad Abduh
Nama lengkapnya
adalah Muhammad bin Abduh bin Hasan Khairullah. Lahir didesa Mahallat Nashr di
kabupaten al-Buhairah, Mesir tahun 1849 M. Dan beliau wafat pada tahun 1905 M.[10]
3) Sheikh Muhammad
Rasyid Ridha.
Muhammad Rasyid
Ridha, lahir di Qalmun, sebuah desa sekitar 4 km dari Tripoli, Libanon pada 27
Jumadil Awal 1282 H. Beliau adalah bangsawan Arab yang memiliki garis keturunan
langsung dari Sayyidina Husen, putera Ali bin Abu Thalib dan Fatimah puteri
Rasulullah Salla Allah ‘Alaihi wa sallam. Gelar “Sayyid” pada permulaan namanya
adalah gelar yang biasa diberikan kepada semua garis keturunan tersebut.
Keluarga Ridha dikenal oleh lingkungannya sebagai keluarga yang sangat taat
beragama serta menguasai ilmu-ilmu agama, sehingga mereka juga dikenal dengan
sebutan “Syaikh”[11]
4) Nurcholish Madjid.M.A
Lahir di Jombang,
17 Maret 1939 (26 Muharram 1358), dari keluarga kalangan pesantren. Pendidikan
yang ditempuh: Sekolah Rakyat di Mojoanyar dan Bareng (pagi) dan Madrasah
Ibtidaiyah di Mojoanyar (sore); Pesantren Darul 'Ulum di Rejoso, Jombang; KMI
(Kulliyatul Mu'allimin al-Islamiyah) Pesantren Darus Salam di Gontor, Ponorogo;
IAIN Syarif Hidayatullah di Jakarta (Sarjana Sastra Arab, 1968), dan
Universitas Chicago, Illinois, AS (Ph.D., Islamic Thought, 1984).
5) Adian Husaini, M.A
Lahir Bojonegoro, 17
Desember 1965 adalah ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, sekretaris
jenderal Komite Indonesia untuk Solidaritas Dunia Islam (KISDI) dan Komite
Indonesia untuk Solidaritas Palestina-Majelis Ulama Indonesia (KISP-MUI),
Anggota Komisi Kerukunan Umat Beragama Majelis Ulama Indonesia (MUI), dan
anggota pengurus Majlis Tabligh Muhammadiyah.
6) Dr. Hasan Hanafi
Dilahirkan di
Cairo, Mesir pada 14 Februari 1934 M. Hasan Hanafi, pemikir muslim modernis dari
Mesir, adalah salah satu tokoh yang akrab dengan simbol-simbol pembaruan dan
revolusioner, seperti Islam kiri, oksidentalisme, Tema-tema tersebut ia kemas
dalam rangkaian proyek besar; pembaruan pemikiran Islam, dan upaya
membangkitkan umat dari ketertinggalan dan kolonialisme modern.
Sebenarnya masih banyak tokoh-tokoh oksidentalisme lain yang tidak
sebutkan di sini, karena nanti akan membuat tulisan ini terlalu panjang dan
membosankan pembaca.[12]
E.
Motif di balik kajian oksidentalisme
Sebagaimana kita singgung di
atas bahwa kajian oksidentalisme adalah kebalikan dari kajian oreantalisme,
upaya untuk menanggulangi oreantalisme, Merebut kembali ego timur yang direbut
oleh barat dan selama ini barat dipandang sangat mendominasi dalam kajian
ketimuran khususnya kajian ke-Islaman. Bahkan, di era kolonial, orientalisme
dianggap sebagai senjata untuk menundukan bangsa-bangsa timur. Hal inilah yang
membangkitkan kekesalan Edward Said dengan menulis buku “orientalisme” . Dia
mengkritik bahwa kajian barat atas timur kurang lebih bertujuan politis
ketimbang ilmiah.[13]
Dalam pemikiran dunia timur, “karena trauma sejarah akibat
kolonialisme”, ada suatu perasaan curiga terhadap kajian-kajian oreantalisme
bahwa kajian yang mereka lakukan memiliki motif-motif terselubung, bahkan,
terkesan mengerdilkan semua yang berbau timur, walaupun ada beberapa oreantalis
yang objektif dalam mengkaji ketimuran.
Adanya perasangka atau tuduhan klise dari dunia timur yang tidak
mendasar, seperti : Kebudayaan barat yang dekaden, individualistik dan Amoral.
Namun disisi lain dunia timur dibuat terpesona dengan kemajuan peradaban barat
yang tiada henti serta anggapan timur bahwa mengadopsi kebudayaan barat adalah
modernitas atau life styile.
Dengan semangat oksidentalisme diharapkan dapat membantu atau
menjembatani kebuntuan tersebut. Terpenting, motif di balik kajian
oksidentalisme adalah untuk mempelajari akar kemajuan bangsa-bangsa barat,
memfilternya dan menerapkanya di dunia timur hingga timur keluar dari
keterbelakangannya. Selain itu Oksidentalisme diharapkan mampu menghilangkan
kecurigaan yang tidak mendasar terhadap barat yang terus mengendap dipikiran
orang timur.
F.
Dampak positif dan negatif yang ditimbulkan akibat oksidentalisme[14]
Berbicara plus dan minus akibat kajian oksidentalisme sama halnya
dengan membicarakan peperangan antara kebaikan dan keburukan artinya, sudah
menjadi sunnatullah di dunia ini sesuatu yang dianggap sempurna akan nampak
kekurangannya, dalam kajian oksidentalisme ada kebaikan yang bisa diambil dan
ada juga keburukan yang muncul.
Dampak positif dan negatif akibat oksidentalisme tergantung pada
pribadi oksidentalis itu sendiri. Seorang oksidentalis yang benar menurut
penulis, ialah yang tidak terlalu terpengarah dengan kemajuan peradaban barat
dan lantas mengadopsi apa saja yang yang diproduksi oleh barat, boleh mengambil
dan meniru barat tetapi harus memfilternya dengan landasan islam dan iman.
karena kalau tidak, akan menimbulkan semacam racun dalam masyarakat timur
khususnya ummat Islam.
Islam yang universal, mengajarkan libralisme dalam berfikir,
memfungsikan akal sebagai anugerah fitrah tetapi dibatasi oleh dua pokok
pondasi dasar yaitu Al-Qur'an dan As-sunnah, seagaimana ungkapan yang sering kita dengar “ kamu punya kebebasan
tetapi kebebasanmu dibatasi oleh kebebasan orang lain”, bersebrangan dengan
libralisme yang didengung-dengungkan dan dianut oleh barat, yaitu libralisme
tanpa batas, dan ini sangat bahaya.
III.
Kesimpulan
Secara etimologis silsilah Okidentalisme
berasal dari bahasa Inggris Occidentalisme
yang berarti hal-hal yang berhubungan dengan barat, baik budaya, ilmu dan aspek
sosialnya. Secara terminologis, Oksidentalisme diartikan suatu bidang kajian secara speifik
mengkaji barat dengan sudut
pandang atau karagka Timur.kaji ini meliputi banyak
hal seperti
peradapan, filsafat, seni, agama dan sejarahnya.
Tujuan
oksidentalis itu sendiri ialah:
Oksidentalisme sebagai sebuah upaya pembebasan
Kiri Islam
Kiri Islam lahir atas dasar kesadaran umat Islam yang ingin
membebaskan dirinya dari penjajahan. Kiri Islam adalah sebuah forum diantara
pergerakan Islam modern yang muncul dari berbagai kalangan dunia Islam.
Meskipun jurnal ini sempat tebit sekali namun keberadaannya patut untuk
diperhitungkan. Bagi Hanafi, wahyu akan dianggap wahyu yang sesungguhnya, bukan
karena ia diturunkan oleh tuhan belaka, akan tetapi ketika ia mampu menjadi
spirit perubahan pada tataran akar rumput zaman. Pandangan seperti inimembawa
kesimpulan bahwa Islam adalah protes,oposisi dan revolusi. Karena pembelaanya
terhadap yang lemah, maka konsekuensinya ialah harus berhadapn dengan yang kuat
dan menindas
Berbicara plus dan minus akibat kajian oksidentalisme sama halnya
dengan membicarakan peperangan antara kebaikan dan keburukan artinya, sudah
menjadi sunnatullah di dunia ini sesuatu yang dianggap sempurna akan nampak
kekurangannya, dalam kajian oksidentalisme ada kebaikan yang bisa diambil dan
ada juga keburukan yang muncul.
Daftar Putaka
Daya, Burhanuddin,
Pergumulan Timur Menyikapi Barat :Dasar-dasar Oksidentalisme, (Ttp:
Suka Press, 2008). hal 88.
Hadi,
Saiful, Ilmuwan Muslim Pengukir Sejarah, (Jakarta : Insan Cemerlang,
tth).Hlm 53.
Hanafi, Hassan, Oksidentalisme; Sikap Kita Terhadap Tradisi Barat,
Terj. M. Najib Buchori, hlm.51.
Mahmud, MOh.
Natir, Orientalisme(berbagai pendekatan barat dalam studi Islam),(Kudus:
MASEIFA jendela ilmu, 2013). 157.
Nurhakim, Moh,
Islam, Tradisi dan Reformasi “Pragmatisme” Agama dalam pemikiran Hasan Hanafi(Malang:Bayumedia,
2003),hlm.84.
Nuha,Ulin, Studi
Analisis Orientalisme dan Oksidentalisme, (http://ulinnuha.blogspot.com/2013/02/studi-analisis-orientalisme-dan.html),
(Diakses 25-12- 2014).
Prasetyo,
Eko, Astaghfirullah:Islam Jangan Dijual (Yogyakarta: resist Book, 2007),
hlm.46.
Supriyandi, Eko,
Sosialisme Islam, Pemikiran AliSyari’ati (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2003), hlm.123.
Said, Edward, Orientalisme,
(Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2010).
Santoso,
Listiyono (dkk),Epistemlogi Kiri (Yogyakarta: Ar-Ruzz
Pres,2003),hlm.276.
Shihab, M.
Quraish, Studi Kritis Tafsir Al-Manar, Karya Muhammad Abduh dan M.Rasyid
Ridha (Bandung: Pustaka Hidayah, 1994), hlm.12.
Santoso,
Listiyono (dkk), Epistemlogi Kiri, (Yogyakarta: Ar-Ruzz
Pres,2003),hlm.279.
[1] Moh Nurhakim, Islam,
Tradisi dan Reformasi “Pragmatisme” Agama dalam pemikiran Hasan Hanafi(Malang:Bayumedia,
2003),hlm.84.
[2] MOh. Natir
Mahmud, Orientalisme(berbagai pendekatan barat dalam studi Islam),(Kudus:
MASEIFA jendela ilmu, 2013). 157.
[3] Ulin Nuha,
Studi Analisis Orientalisme dan Oksidentalisme,
(http://ulinnuha.blogspot.com/2013 /02/studi-analisis-orientalisme-dan.html),
(Diakses 25-12- 2014).
[4] MOh. Natir
Mahmud, Orientalisme(berbagai pendekatan barat dalam studi Islam),(Kudus:
MASEIFA jendela ilmu, 2013). Hal: 158.
[5] Listiyono
Santoso(dkk), Epistemlogi Kiri, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Pres,2003),hlm.279.
[6] Eko Prasetyo, Astaghfirullah:Islam
Jangan Dijual (Yogyakarta: resist Book, 2007), hlm.46
[7] Eko
Supriyandi, Sosialisme Islam, Pemikiran AliSyari’ati (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2003), hlm.123.
[8] Listiyono
Santoso(dkk),Epistemlogi Kiri (Yogyakarta: Ar-Ruzz Pres,2003),hlm.276.
[9] Saiful Hadi, Ilmuwan
Muslim Pengukir Sejarah, (Jakarta : Insan Cemerlang, tth).Hlm 53.
[10] M. Quraish
shihab, Studi Kritis Tafsir Al-Manar, Karya Muhammad Abduh dan M.Rasyid
Ridha (Bandung: Pustaka Hidayah, 1994), hlm.12.
[11] Ibid., hlm 59.
[12] Burhanuddin
Daya, Pergumulan Timur Menyikapi Barat :Dasar-dasar Oksidentalisme,
(Ttp: Suka Press, 2008). hal 88
[13] Edward Said, Orientalisme,
(Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2010),
[14] Hassan Hanafi, Oksidentalisme;
Sikap Kita Terhadap Tradisi Barat, Terj. M. Najib Buchori, hlm.51
Langganan:
Postingan (Atom)