Minggu, 11 Oktober 2015

Ruang Lingkup Oksidentalis

Ruang Ligkup Oksidentalisme
Oleh: Muhammad Ibdaul Hasan
I.                   Pendahuluan
              Filosof di dunia ini banyak sekali, dengan berbagai ide atau gagasannya mereka mencoba menggali hakikat sesuatu dengan konsep dasar ontologi, epistemologi dan aksiologi yang berbeda-beda. Mereka saling mengkritik satu sama lainnya, untuk mendapatkan hakikat yang lebih bisa diterima oleh semua kalangan masyarakat. Mulai dari filosof yang berkembang di Barat hingga Timur. Walau objek kajian mereka sama namun dalam hasilnya pasti ada perbedaan walau kadang perbedaan itu tidak signifikan. Ketika muncul Orientalisme sebagai lawannya muncul pulalah Oksidentalisme. Dimana paham ini dicetuskan oleh Hassan Hanafi.
            Berangkat dari hal itu makalah ini akan menyelesaikan apa itu Oksidentalis, tujuan Oksidentalis, tokoh-tokohnya serta latar belakang munculnya Oksidentalis.
II.                Oksidentalis
A.    Pengertian Oksidentasis
Secara etimologisisilah Oksidentalisme bersal dari bahasa Inggris Occidentalism yang berarti hal-hal yang berhubungan dengan barat, baik budaya, ilmu dan aspek sosialnya. [1] Secara terminologis oksidentalis adalah suatu cara dan kebiasaan yang dilakukan sarjana Timur untuk memberi karakteristik dunia Barat mencakup studi tentang budaya, bahasa, sastra, agama dan sebagai hal mengenai kebaratan.[2]
Luthfi Asy-Syaukani sendiri dalam karangannya  Oksidentalisme: Kajian Barat Setelah Kritik Orientalisme terhadap Ulumul Qur’an mengatakan secara harfiah oksidentalisme berarti hal-hal yang berhubungan dengan Barat, baik itu budaya, ilmu dan aspek sosial lainnya.[3]
Walau istilah oksidentalisme adalah antonim dari Oreantalisme, tapi di sini ada perbedaan lain, oksidentalisme tidak memiliki tujuan hegemoni dan dominasi sebagaimana orientalisme. Tetapi, para oksidentalis hanya ingin merebut kembali ego Timur yang telah dibentuk dan direbut Barat. Lebih jelasnya kami sajikan table perbedaanya.
Berikut ini dikemukakan perbedaan barat dan timur secara tipologis:[4]

Dunia Barat
Dunia Timur
Landasan Filosofi
Dunia Barat filologi
Dunia Timur dan Islam
Epistomologis       
Landasan ilmiah: Empirik rasional. Tidak ada justifikasi dari yang non-empiris.
Landasan ilmiah: non-empiris (al-Qur’an dan hadis). Keduanya tempat mengkonsultasikan rasio dan empirik.

Ilmu mengutamakan : epistemologis, metodik
Ilmu mengutamakan: ontologism dan oksiologis
Ontologis
Manusia sebagai titik pusat alam semesta dan sumber serta orientasi ilmu dan tujuan aktivitas
Tuhan sebagai titik pusat orientasi ilmu dan tujuan aktivitas
Aksiologis
Ilmu untuk power etika: Relatif, kondisional.
Ilmu untuk amal etika: mutlak,konstan


B.     Sejarah Munculnya Oksidentalis
Latar belakang dan sejarah munculnya oksidentalisme. Berbicara tentang latar belakang dan sejarah munculnya oksidentalisme tidak bisa kita lewatkan begitu saja sejarah kecemerlangan peradaban islam dan masa kegelapan peradaban dunia barat. Sejarah telah mencatat era kecemerlangan dunia timur khususnya peradaban Islam, bahkan peradaban keilmuan barat berhutang budi dengan peradaban keilmuan Islam. Dan ini tidak bisa dipungkiri lagi, Kita ingat masa-masa kegelapan dunia barat sebelum masa kebangkitan, doktrin gereja sangat mendominasi dan mengekang kebebasan mereka dalam bertindak bahkan dalam berpikir, semuanya harus sejalan dengan ajaran gereja yang menjadikan bangsa barat terbelakang dari peradaban lainya. Peradaban Islam waktu itu sangat bertolak belakang dengan peradaban barat, peradaban Islam sangat mencolok dan maju pesat bak anak panah, universalnya Islam telah mengubah bangsa timur dari bangsa yang terbelakang dan primitif menjadi bangsa yang maju baik dari segi agama, pemerintahan-politik, ekonomi dan ilmu pengetahuan. Keadaan ini membuat para pemikir dan cendikiawan barat (bisa disebut oreantalis masa awal) yang sudah bosan dengan doktrin gereja yang kadang tidak sesuai dengan nalar telah terinspirasi serta melirik peradaban Islam dan mempelajarinya, mereka hijrah ke wilayah kekuasaan Islam dan belajar dari ilmuan-ilmuan Islam, maka lambat laun setidaknya dalam beberapa pereode telah merubah wajah barat dari kungkungan kegelapan.
Ketika bangsa Barat mulai bangkit dari keterbelakangan mereka (renaissance), setelah belajar dari dunia timur khususnya peradaban Islam, dunia Islam mulai keropos, sedikit demi sedikit dan terus terpuruk disebabkan pemimpin-pemimpin islam yang lemah, setelah peradaban Islam dihancur-ludeskan oleh pasukan Tartar (bangsa Mongol). Maka barat semakin menunjukkan jayanya dan terus berkembang hingga abad ini. Dari sini muncul tokoh-tokoh oreantalis (pengkaji peradaban ketimuran) yang dengan seiring perjalanan waktu telah berubah menjadi suatu kajian yang bukan hanya mempelajari keilmuan peradaban timur tapi semua yang terkait dengan ketimuran termasuk bagaimana cara menguasai dunia timur (Islam) dan penjajahan.
Dalam sejumlah karya orientalis, yang lebih banyak ditonjolkan ialah unggulnya orang-orang Barat serta mengerdilnya segala yang terkait dengan Timur khususnya Islam. Mereka senantiasa mengemukakan orang-orang Timur tidak berbudaya, bodoh, keras, kasar, dan tidak punya potensi, untuk membuktikan ini para oreantalis telah mendistorsi sejarah dan mengagungkan kemajuan peradaban mereka serta menghilangkan jejak bahwa mereka pernah belajar dari Timur (Islam). Misalnya mereka (oreantalis) telah membaratkan nama seorang tokoh ilmuan Islam seperti Ibnu Sina menjadi Avecina, Ibnu Rusd menjadi Averos dan sebagainya.
Atas dasar itu, muncul kesadaran baru di dunia Timur (pemikir dan pembaharu Islam) bahwa selama ini mereka dibodohi kajian-kajian ketimuran (orientalisme) itu. Lahirlah apa yang disebut kajian kebaratan atau yang dikenal dengan istilah oksidentalisme. Kajian ini adalah upaya untuk menandingi oreantalisme dan merebut kembali ego Timur yang telah direbut oleh Barat.[5]
C.    Tujuan Oksidentalis
1.      Oksidentalisme sebagai sebuah upaya pembebasan
Pembaruan terhadap tradisi klasik bertujuan untuk mengubah cara pandang umat terhadap tradisi. Dengan demikian diharapkan pandangan kita berfokus dalam realitas. Akan tetapi hal ini tidaklah cukup. Karena bersikap kritis terhadap tradisi klasik memungkinkan seseorang bertaklid kepada barat. Hal ini tidak diinginkan oleh Hanafi. Untuk itu diperlukan Oksidentalisme sebagai benteng sekaligus penyeimbang dari tradisi barat.
Tujuan dirumuskanya oksidentalisme adalah untuk menghadapi pengaruh westernisasi yang telah memiliki pengaruh yang sangat luas. Westernisasi mengancam kemerdekaan ego dalam banyak hal. Banyak Negara-negara ketiga yang telah terseret oleh arus westernisasi. Jika kita ambil contoh di Indonesia misalnya, baik itu kalangan intelektual maupun dari budaya para remaja pada umumnya. Para intelektual yang terbaratkan   selalu bangga ketika merujuk kebarat meskipun harus melupakan budaya dan akar sejarah sendiri. Meskipun hal itu jelas merupakan suatu reduksi yang luar biasa. Barat adalah pusat peradapan, untuk itu kita harus senantiasa “menyembahnya” meskipun itu berakibat hilangnya tradisi intelektual yang mencerminkan budaya kita.[6]
Sebagai reaksi atas orientalisme, maka tugas baru ini, menurut Hanafi, adalah mengembalkan barat ke batas alamiahnya keinginan seperti ini lahir atas dasar kesadaran bahwa kejayaan  imperialism menyebar melalui peguasaan media informasi, kantor-kantor berita,peran penerbitan besar, pusat penelitian ilmiah dan lain-lain.
2.      Kiri Islam
  Kiri Islam lahir atas dasar kesadaran umat Islam yang ingin membebaskan dirinya dari penjajahan. Kiri Islam adalah sebuah forum diantara pergerakan Islam modern yang muncul dari berbagai kalangan dunia Islam. Meskipun jurnal ini sempat tebit sekali namun keberadaannya patut untuk diperhitungkan. Bagi Hanafi, wahyu akan dianggap wahyu yang sesungguhnya, bukan karena ia diturunkan oleh tuhan belaka, akan tetapi ketika ia mampu menjadi spirit perubahan pada tataran akar rumput zaman. Pandangan seperti ini membawa kesimpulan bahwa Islam adalah protes, oposisi dan revolusi. Karena pembelaanya terhadap yang lemah, maka konsekuensinya ialah harus berhadapan dengan yang kuat dan menindas.[7]
Kiri Islam merupakan sintesis dari eksplorasi dan tafsir yang cerdas terhadap khazanah keilmuan Islam, sekaligus analisi konsep Marxian atas kondisi objektif yang  terjadi di masyarakat. Yang dmaksud tradisi disini ialah tradisi keagamaan yang membentuk kebudayaan massa. Epistemologi kiri Islam bertumpu pada tiga hal, yait, tradisi Islam, kedua, fenomenologi, dan ketiga, analisis social Marzian.[8]
D.    Tokoh-Tokoh
        Ada beberapa tokoh oksidentalisme yang mayoritas mereka adalah pemikir dan tokoh pembaharu islam :
1)      Jamaluddin al-Afghani
         Jamaluddin al-Afghani dilahirkan di As’adabad, dekat Kanar di Distrik Kabul, Afghanistan, pada tahun 1838 (1254 H.[9] Beliau adalah pahlawan besar dan salah seorang putra terbaik Islam. Kebesaran dan kiprahnya membahana hingga ke seluruh penjuru dunia. Sepak terjangnya dalam menggerakkan kesadaran umat Islam dan gerakan revolusionernya yang membangkitkan dunia Islam, menjadikan dirinya orang yang paling dicari oleh pemerintahan kolonial ketika itu, Inggris. Tapi, komitmen dan konsistennya yang sangat tinggi terhadap nasib umat Islam, membuat Al-Afghani tak pernah kenal lelah apalagi menyerah.
2)      Dr. Muhammad Abduh
          Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Abduh bin Hasan Khairullah. Lahir didesa Mahallat Nashr di kabupaten al-Buhairah, Mesir tahun 1849 M. Dan beliau wafat pada tahun 1905 M.[10]
3)      Sheikh Muhammad Rasyid Ridha.
         Muhammad Rasyid Ridha, lahir di Qalmun, sebuah desa sekitar 4 km dari Tripoli, Libanon pada 27 Jumadil Awal 1282 H. Beliau adalah bangsawan Arab yang memiliki garis keturunan langsung dari Sayyidina Husen, putera Ali bin Abu Thalib dan Fatimah puteri Rasulullah Salla Allah ‘Alaihi wa sallam. Gelar “Sayyid” pada permulaan namanya adalah gelar yang biasa diberikan kepada semua garis keturunan tersebut. Keluarga Ridha dikenal oleh lingkungannya sebagai keluarga yang sangat taat beragama serta menguasai ilmu-ilmu agama, sehingga mereka juga dikenal dengan sebutan “Syaikh”[11]
4)      Nurcholish Madjid.M.A
          Lahir di Jombang, 17 Maret 1939 (26 Muharram 1358), dari keluarga kalangan pesantren. Pendidikan yang ditempuh: Sekolah Rakyat di Mojoanyar dan Bareng (pagi) dan Madrasah Ibtidaiyah di Mojoanyar (sore); Pesantren Darul 'Ulum di Rejoso, Jombang; KMI (Kulliyatul Mu'allimin al-Islamiyah) Pesantren Darus Salam di Gontor, Ponorogo; IAIN Syarif Hidayatullah di Jakarta (Sarjana Sastra Arab, 1968), dan Universitas Chicago, Illinois, AS (Ph.D., Islamic Thought, 1984).
5)      Adian Husaini, M.A
         Lahir Bojonegoro, 17 Desember 1965 adalah ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, sekretaris jenderal Komite Indonesia untuk Solidaritas Dunia Islam (KISDI) dan Komite Indonesia untuk Solidaritas Palestina-Majelis Ulama Indonesia (KISP-MUI), Anggota Komisi Kerukunan Umat Beragama Majelis Ulama Indonesia (MUI), dan anggota pengurus Majlis Tabligh Muhammadiyah.
6)      Dr. Hasan Hanafi
          Dilahirkan di Cairo, Mesir pada 14 Februari 1934 M. Hasan Hanafi, pemikir muslim modernis dari Mesir, adalah salah satu tokoh yang akrab dengan simbol-simbol pembaruan dan revolusioner, seperti Islam kiri, oksidentalisme, Tema-tema tersebut ia kemas dalam rangkaian proyek besar; pembaruan pemikiran Islam, dan upaya membangkitkan umat dari ketertinggalan dan kolonialisme modern.
Sebenarnya masih banyak tokoh-tokoh oksidentalisme lain yang tidak sebutkan di sini, karena nanti akan membuat tulisan ini terlalu panjang dan membosankan pembaca.[12]
E.     Motif di balik kajian oksidentalisme
 Sebagaimana kita singgung di atas bahwa kajian oksidentalisme adalah kebalikan dari kajian oreantalisme, upaya untuk menanggulangi oreantalisme, Merebut kembali ego timur yang direbut oleh barat dan selama ini barat dipandang sangat mendominasi dalam kajian ketimuran khususnya kajian ke-Islaman. Bahkan, di era kolonial, orientalisme dianggap sebagai senjata untuk menundukan bangsa-bangsa timur. Hal inilah yang membangkitkan kekesalan Edward Said dengan menulis buku “orientalisme” . Dia mengkritik bahwa kajian barat atas timur kurang lebih bertujuan politis ketimbang ilmiah.[13]
Dalam pemikiran dunia timur, “karena trauma sejarah akibat kolonialisme”, ada suatu perasaan curiga terhadap kajian-kajian oreantalisme bahwa kajian yang mereka lakukan memiliki motif-motif terselubung, bahkan, terkesan mengerdilkan semua yang berbau timur, walaupun ada beberapa oreantalis yang objektif dalam mengkaji ketimuran.
Adanya perasangka atau tuduhan klise dari dunia timur yang tidak mendasar, seperti : Kebudayaan barat yang dekaden, individualistik dan Amoral. Namun disisi lain dunia timur dibuat terpesona dengan kemajuan peradaban barat yang tiada henti serta anggapan timur bahwa mengadopsi kebudayaan barat adalah modernitas atau life styile.
Dengan semangat oksidentalisme diharapkan dapat membantu atau menjembatani kebuntuan tersebut. Terpenting, motif di balik kajian oksidentalisme adalah untuk mempelajari akar kemajuan bangsa-bangsa barat, memfilternya dan menerapkanya di dunia timur hingga timur keluar dari keterbelakangannya. Selain itu Oksidentalisme diharapkan mampu menghilangkan kecurigaan yang tidak mendasar terhadap barat yang terus mengendap dipikiran orang timur.
F.     Dampak positif dan negatif yang ditimbulkan akibat oksidentalisme[14]
Berbicara plus dan minus akibat kajian oksidentalisme sama halnya dengan membicarakan peperangan antara kebaikan dan keburukan artinya, sudah menjadi sunnatullah di dunia ini sesuatu yang dianggap sempurna akan nampak kekurangannya, dalam kajian oksidentalisme ada kebaikan yang bisa diambil dan ada juga keburukan yang muncul.
Dampak positif dan negatif akibat oksidentalisme tergantung pada pribadi oksidentalis itu sendiri. Seorang oksidentalis yang benar menurut penulis, ialah yang tidak terlalu terpengarah dengan kemajuan peradaban barat dan lantas mengadopsi apa saja yang yang diproduksi oleh barat, boleh mengambil dan meniru barat tetapi harus memfilternya dengan landasan islam dan iman. karena kalau tidak, akan menimbulkan semacam racun dalam masyarakat timur khususnya ummat Islam.
Islam yang universal, mengajarkan libralisme dalam berfikir, memfungsikan akal sebagai anugerah fitrah tetapi dibatasi oleh dua pokok pondasi dasar yaitu Al-Qur'an dan As-sunnah, seagaimana ungkapan yang sering kita dengar “ kamu punya kebebasan tetapi kebebasanmu dibatasi oleh kebebasan orang lain”, bersebrangan dengan libralisme yang didengung-dengungkan dan dianut oleh barat, yaitu libralisme tanpa batas, dan ini sangat bahaya.
III.             Kesimpulan
Secara etimologis silsilah Okidentalisme berasal dari bahasa Inggris Occidentalisme yang berarti hal-hal yang berhubungan dengan barat, baik budaya, ilmu dan aspek sosialnya. Secara terminologis, Oksidentalisme diartikan suatu bidang kajian secara speifik mengkaji barat dengan sudut pandang atau karagka Timur.kaji ini meliputi banyak hal seperti peradapan, filsafat, seni, agama dan sejarahnya.
Tujuan oksidentalis itu sendiri ialah:
Oksidentalisme sebagai sebuah upaya pembebasan
Kiri Islam
Kiri Islam lahir atas dasar kesadaran umat Islam yang ingin membebaskan dirinya dari penjajahan. Kiri Islam adalah sebuah forum diantara pergerakan Islam modern yang muncul dari berbagai kalangan dunia Islam. Meskipun jurnal ini sempat tebit sekali namun keberadaannya patut untuk diperhitungkan. Bagi Hanafi, wahyu akan dianggap wahyu yang sesungguhnya, bukan karena ia diturunkan oleh tuhan belaka, akan tetapi ketika ia mampu menjadi spirit perubahan pada tataran akar rumput zaman. Pandangan seperti inimembawa kesimpulan bahwa Islam adalah protes,oposisi dan revolusi. Karena pembelaanya terhadap yang lemah, maka konsekuensinya ialah harus berhadapn dengan yang kuat dan menindas
Berbicara plus dan minus akibat kajian oksidentalisme sama halnya dengan membicarakan peperangan antara kebaikan dan keburukan artinya, sudah menjadi sunnatullah di dunia ini sesuatu yang dianggap sempurna akan nampak kekurangannya, dalam kajian oksidentalisme ada kebaikan yang bisa diambil dan ada juga keburukan yang muncul.





Daftar Putaka
Daya, Burhanuddin, Pergumulan Timur Menyikapi Barat :Dasar-dasar Oksidentalisme, (Ttp: Suka Press, 2008). hal 88.
Hadi, Saiful, Ilmuwan Muslim Pengukir Sejarah, (Jakarta : Insan Cemerlang, tth).Hlm 53.

Hanafi, Hassan, Oksidentalisme; Sikap Kita Terhadap Tradisi Barat, Terj. M. Najib Buchori,  hlm.51.

Mahmud, MOh. Natir, Orientalisme(berbagai pendekatan barat dalam studi Islam),(Kudus: MASEIFA jendela ilmu, 2013). 157.
Nurhakim, Moh, Islam, Tradisi dan Reformasi “Pragmatisme” Agama dalam pemikiran Hasan Hanafi(Malang:Bayumedia, 2003),hlm.84.
Nuha,Ulin, Studi Analisis Orientalisme dan Oksidentalisme, (http://ulinnuha.blogspot.com/2013/02/studi-analisis-orientalisme-dan.html), (Diakses 25-12- 2014).
Prasetyo, Eko, Astaghfirullah:Islam Jangan Dijual (Yogyakarta: resist Book, 2007), hlm.46.

Supriyandi, Eko, Sosialisme Islam, Pemikiran AliSyari’ati (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), hlm.123.
Said, Edward, Orientalisme, (Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2010).
Santoso, Listiyono (dkk),Epistemlogi Kiri (Yogyakarta: Ar-Ruzz Pres,2003),hlm.276.

Shihab, M. Quraish, Studi Kritis Tafsir Al-Manar, Karya Muhammad Abduh dan M.Rasyid Ridha (Bandung: Pustaka Hidayah, 1994), hlm.12.
Santoso, Listiyono (dkk), Epistemlogi Kiri, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Pres,2003),hlm.279.



[1] Moh Nurhakim, Islam, Tradisi dan Reformasi “Pragmatisme” Agama dalam pemikiran Hasan Hanafi(Malang:Bayumedia, 2003),hlm.84.
[2] MOh. Natir Mahmud, Orientalisme(berbagai pendekatan barat dalam studi Islam),(Kudus: MASEIFA jendela ilmu, 2013). 157.
[3] Ulin Nuha, Studi Analisis Orientalisme dan Oksidentalisme, (http://ulinnuha.blogspot.com/2013 /02/studi-analisis-orientalisme-dan.html), (Diakses 25-12- 2014).
[4] MOh. Natir Mahmud, Orientalisme(berbagai pendekatan barat dalam studi Islam),(Kudus: MASEIFA jendela ilmu, 2013). Hal: 158.
[5] Listiyono Santoso(dkk), Epistemlogi Kiri, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Pres,2003),hlm.279.
[6] Eko Prasetyo, Astaghfirullah:Islam Jangan Dijual (Yogyakarta: resist Book, 2007), hlm.46
[7] Eko Supriyandi, Sosialisme Islam, Pemikiran AliSyari’ati (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), hlm.123.
[8] Listiyono Santoso(dkk),Epistemlogi Kiri (Yogyakarta: Ar-Ruzz Pres,2003),hlm.276.
[9] Saiful Hadi, Ilmuwan Muslim Pengukir Sejarah, (Jakarta : Insan Cemerlang, tth).Hlm 53.
[10] M. Quraish shihab, Studi Kritis Tafsir Al-Manar, Karya Muhammad Abduh dan M.Rasyid Ridha (Bandung: Pustaka Hidayah, 1994), hlm.12.
[11] Ibid., hlm 59.
[12] Burhanuddin Daya, Pergumulan Timur Menyikapi Barat :Dasar-dasar Oksidentalisme, (Ttp: Suka Press, 2008). hal 88
[13] Edward Said, Orientalisme, (Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2010),
[14] Hassan Hanafi, Oksidentalisme; Sikap Kita Terhadap Tradisi Barat, Terj. M. Najib Buchori,  hlm.51