Ilmu Sebagai Kunci Kekuasaan
Oleh: Muhammad Ibdaul Hasan A.
Oleh: Muhammad Ibdaul Hasan A.
A. Fungsi Pengetahuan dan Kekuasaan
Manusia
merupakan makhluk yang berbeda dengan makhluk lain, rasa ingin tahu
merupakan hal yang membedakanya. Selain makhluk mamalia manusia juga
mempunyai akal dan tubuh yang tegak. Dengan begitu manusia dapat
mengembangkan pengetahuan, kebudayaan dan peradapan. Rasa ingin tahu
manusia membawa kepadanya sebuah motif keuntungan secara materi,
pendudukan, penjajahan dan motif kekuasaan. Kemudian kekuasaan ini di
topang oleh kekuasaan fisik yang berupa tekhnologi dan kekuasaan non
fisik berupa pengetahuan. Pengetahuan dijadikanya sebagai kunci dalam
kekuasaan untuk dijadikan sebagai alat penyerang, pertahanan diri dan
pembunuh efektif. Selain itu pengetahuan juga sebagai alat untuk
mendapatkan informasi kemudian dikembangkan menjadi sebuah pengetahuan.
B. Politik Etis
Di
dunia sekarang, antara Barat dan Timur mungkin tidak dapat dibedakan
lagi. Berbeda dengan dunia masa lalu, yang mana Barat berperan sebagai
penjajah, sedangkan Timur berperan sebagai terjajah. Kelas pertama
merupakan penjajah tepatnya ialah bangsa Eropa, kelas kedua ialah
Eurosia, warga campuran yang mendukung kolonialisasi, kelas ketiga ialah
pedagang, pemutar ekonomi, seperti China dan Arab. Warga pribumi adalah
rakyat yang kerjanya hanya di bidang pertanian dan menyerahkan hasinya
ke pasar dan dikuasai oleh Kompeni. Politik etis mulai timbul yaitu
akhir abad 19 dan awal abad ke 20, partai Liberal mencanangkan politik
etis, yaitu mendidik dan memberi kemakmuran pada warga pribumi atas
kependudukan mereka di Nusantara. Pendidikan ini digunakan sebagai
birokrasi Belanda, dan menjadikan warga sebagai pegawai negeri. Politik
etis ini hanya dapat dinikmati oleh para tokoh seperti Soekarno, Muh.
Hatta, Tan Malaka serta generasi mereka, begitu juga hanya dapat
dinikmati oleh golongan menengah keatas seperti guru dan pegawai negeri
lainnya. Politik etis ini bisa dinamakan sebagai senjata makan tuan,
karna apa, karna para terdidik mulai melakukan perlawanan setelah mereka
mengenyam masa pendidikannya, mereka sekaligus memompa semangat
nasionalisme untuk melawan penjajahan.
C. Proyek Pengetahuan
Proyek
pengetahuan disini mencakup penguasaan adat istiadat, bahasa dan budaya
negeri jajahan. Termasuk juga mengangkut artefak untuk dipelajari dan
melahirkan ahli tentang persoalan itu. Edward Said (1979) memberi contoh
proyek secara fisik itu pembangunan terusan Suez di Mesir untuk
mempermudah tranportasi penghubung antara Afrika dan Eropa. Proyek
pembangunan fisik untuk menopang pemerintahan kolonial juga berlaku
proyek pengetahuan dan penelitian untuk mengukuhkan birokrasi dan
administrasi kolonial. Pendidikan pribumi bagian dari politik etis juga
untuk tujuan itu.
D. Dedikasi
Para ilmuan yang terlibat dalam pengetahuan adalah orang yang berdedikasi tinggi pada bidangnya. Mereka rela berpetualangan dan meninggalkan keluarga untuk pergi ke negeri seberang jauh untuk membuktikan pengetahuannya. Begitu juga yang duduk di meja yang mempelajari naskah kuno, seperti naskah al-Qur’an dan al-Hadis. Itu merupakan semangat Barat yang superior. Ini merupakan karier bagi mereka, sampai-sampai ia menerbitkan buku dan artikel di jurnal ilmiah. Para ilmuan ini disebut sebagai Orientalis. Setuju atau tidak setuju, suka atau tidak suka para ilmuwan Barat awal dalam mengkaji Timur memberi inspirasi yang luar biasa. Bahkan ketekunan mereka bisa dikatakan sejajar dengan ulama’ Muslim. Noldeke (1909) sejajar ketekunannya dalam mempelajari al-Qur’an dengan al-Suyuti (1951). Richard Bell (1968) sangat rajin membaca dan menganalisis al-Qur’an sama seperti al-Zarkasyi (1988). Para ilmuan ini menghasilakan literatur yang masih dari generasi ke generasi, mereka mengkaji secara ilmiah dan profesional. Semua ilmu yang ada di Timur semuanya dikembangkan di Barat, karna Timur sendiri lupa bagaimana mengkaji diri sendiri. Berbeda dengan Barat bahwasanya ilmu bagi Barat adalah soal mati dan hidup. Sampai-sampai perpustakaan di Barat penuh dengan karya monumental tentang Timur. Barat telah mendedikasikan diri mereka untuk Timur. Ahli al-Qur’an, hadis, sejarah Indonesia, bahasa Jawa, China, perang Timur Tengah, ulasan politik terkini, berita, semua ada di Barat. Semua dalam bahasa Barat, semua dalam kerangka berfikir Barat.
D. Dedikasi
Para ilmuan yang terlibat dalam pengetahuan adalah orang yang berdedikasi tinggi pada bidangnya. Mereka rela berpetualangan dan meninggalkan keluarga untuk pergi ke negeri seberang jauh untuk membuktikan pengetahuannya. Begitu juga yang duduk di meja yang mempelajari naskah kuno, seperti naskah al-Qur’an dan al-Hadis. Itu merupakan semangat Barat yang superior. Ini merupakan karier bagi mereka, sampai-sampai ia menerbitkan buku dan artikel di jurnal ilmiah. Para ilmuan ini disebut sebagai Orientalis. Setuju atau tidak setuju, suka atau tidak suka para ilmuwan Barat awal dalam mengkaji Timur memberi inspirasi yang luar biasa. Bahkan ketekunan mereka bisa dikatakan sejajar dengan ulama’ Muslim. Noldeke (1909) sejajar ketekunannya dalam mempelajari al-Qur’an dengan al-Suyuti (1951). Richard Bell (1968) sangat rajin membaca dan menganalisis al-Qur’an sama seperti al-Zarkasyi (1988). Para ilmuan ini menghasilakan literatur yang masih dari generasi ke generasi, mereka mengkaji secara ilmiah dan profesional. Semua ilmu yang ada di Timur semuanya dikembangkan di Barat, karna Timur sendiri lupa bagaimana mengkaji diri sendiri. Berbeda dengan Barat bahwasanya ilmu bagi Barat adalah soal mati dan hidup. Sampai-sampai perpustakaan di Barat penuh dengan karya monumental tentang Timur. Barat telah mendedikasikan diri mereka untuk Timur. Ahli al-Qur’an, hadis, sejarah Indonesia, bahasa Jawa, China, perang Timur Tengah, ulasan politik terkini, berita, semua ada di Barat. Semua dalam bahasa Barat, semua dalam kerangka berfikir Barat.
E. Kesimpulan dan Kritik
Kekuasaan
merupakan hasil dari sebuah pengetahuan dan pengetahuan itu sendiri
juga ditopang oleh kekuasaan. Dengan timbulnya kekuasaan, timbul juga
sebuah politik, salah satunya ialah politi etis yaitu politik yang
memberi kemakmuran pada warga pribumi untuk dijadikan sebagai birokrasi
setelah kependidikanya. Dengan timbulnya suatu cara yang berupa politik
maka timbul juga suatu proyek pengetahuan berupa budaya, bahasa, adat
istiadat, termasuk juga benda-benda yang di anggap kuno dan antik. Hal
ini tak lepas dari seorang ilmuan yang mempelajarinya, yang biasa
disebut sebutan Orientalis.
Secara pribadi saya setuju dengan penulis bahwasanya pengetahuan merupakan penopang kekuasaan. Akan tetapi mereka menyalah gunakan kekuasan dengan mencari kesalahan dari diri Islam, mencoba meruntuhkan Islam dengan cara pengambilan pengetahuan. Ini merupakan langkah penjajahan selanjutnya yang dilakukan Barat terhadap Timur, mereka mengambil informasi, budaya, adat istiadat untuk dikembangkan sehingga terciptalah sebuah pengetahuan, sehingga Barat mendapatkan kekuasaan. Mereka seakan-akan bermain sulap, dengan memberikan suatu kebaikan pada Timur dengan cuma-cuma, akan tetapi mereka juga punya niat tersendiri yaitu untuk pelancaran pengambilan informasi dan penjajahan. Dengan pengambilan informasi ini sehingga dikembangkanlah menjadi sebuah pengetahuan, sehingga mereka menemukan buah dari pengetahuan itu yaitu berupa kekuasaan, sehingga Barat bisa mengatakan kalau para Orientalis sebanding dengan Ulama’ muslim. Ini merupakan peryataan yang keliru, kita lihat saja buah dari keduanya yakni antara Orientalis dan Ulama’ muslim, sangatlah tidak sebanding, apa lagi dengan menelaah isinya, bahasa dan kandungan batinya jelas sangat berbeda. Mereka (Orientalis) hanya bisa mengembangkan suatu informasi saja bukan menemukan informasi tersendiri.
Secara pribadi saya setuju dengan penulis bahwasanya pengetahuan merupakan penopang kekuasaan. Akan tetapi mereka menyalah gunakan kekuasan dengan mencari kesalahan dari diri Islam, mencoba meruntuhkan Islam dengan cara pengambilan pengetahuan. Ini merupakan langkah penjajahan selanjutnya yang dilakukan Barat terhadap Timur, mereka mengambil informasi, budaya, adat istiadat untuk dikembangkan sehingga terciptalah sebuah pengetahuan, sehingga Barat mendapatkan kekuasaan. Mereka seakan-akan bermain sulap, dengan memberikan suatu kebaikan pada Timur dengan cuma-cuma, akan tetapi mereka juga punya niat tersendiri yaitu untuk pelancaran pengambilan informasi dan penjajahan. Dengan pengambilan informasi ini sehingga dikembangkanlah menjadi sebuah pengetahuan, sehingga mereka menemukan buah dari pengetahuan itu yaitu berupa kekuasaan, sehingga Barat bisa mengatakan kalau para Orientalis sebanding dengan Ulama’ muslim. Ini merupakan peryataan yang keliru, kita lihat saja buah dari keduanya yakni antara Orientalis dan Ulama’ muslim, sangatlah tidak sebanding, apa lagi dengan menelaah isinya, bahasa dan kandungan batinya jelas sangat berbeda. Mereka (Orientalis) hanya bisa mengembangkan suatu informasi saja bukan menemukan informasi tersendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar