Tafsiran Ayat Tentang Langit
Oleh: Muhammad Ibdaul Hasan
I.
Pendahuluan
Allah Subhânahu wa Ta’âlâ
merupakan satu satunya pencipta alam ini, Dalam berbagai ayat, Al Qur’an banyak
memberikan indikasi tentang jagat raya dengan segala bagian-bagiannya (langit,
bumi, segala benda lainnya yang muldimensional). Isyarat-isyarat itu
menunjukkan bukti (istidlal) atas kekuasaan Allah yang tidak terbatas, ilmu dan
hikmah (kemahabijaksanaan)Nya yang sangat sempurna dalam menciptakan jagat raya
ini. Itu semua sebagai hujjah (argumentasi) terhadap orang-orang kafir, musyrik
dan kaum skeptis, dan sekaligus mengukuhkan hakikat uluhiyah Allah, Rabb alam
semesta.
Berangkat dari permasalahan di atas, makalah ini akan mengulas
mengenai pengertian langit, langit dalam penciptaan, yang menjadi bukti atas
kekuasaan Allah yang merujuk pada Al-Qur’an.
II.
Pengertian Langit
Dalam bahasa Arab, langit disebut sebagai as-sama’
yang merupakan mufrod dari kata as-samawat. Di dalam al-Qur’an, kata
tersebut disebutkan sebanyak 310 kali secara terpisah di beberapa surat. Dalam
bentuk mufrod disebut sebanyak 120 kali, sedangkan disebutkan dalam bentuk
jamak sebanyak 190 kali. Louis Ma’luf dalam kamus al-Munjid mendefinisikan
langit sebagai sesuatu yang kita lihat berada di atas kita, seperti atap yang
berwarna biru, yang melingkupi bumi atau sesuatu yang melingkupi bumi dari
angkasa yang sangat luas.[1]
Sedangkan Ir. Abdurrazaq Nouval mendefinisikan langit
sebagai sesuatu yang di atas kita yang tentunya akan melindungi kita. Dengan
demikian, langit bisa juga disebut dengan atap rumah yang akan selalu
melindungi seluruh alam. Kalau dalam ilmu pengetahun, langit yaitu segala apa
yang ada di sekeliling benda-benda yang terdiri dari bintang-bintang dan
kumpulan-kumpulan tata surya. Itu artinya, langit merupakan segala sesuatu yang
meliputi bumi.[2]
Kata langit dan langit-langit (As-Sama’ Was Samawat)
datang berulang-ulang dalam al-Qur’an, berikut adalah penjelasan dan definisi
ilmiahnya: Ilmu pengetahuan menginterpretasikan langit sebagai bola dunia yang
menghimpun seluruh garis-garis orbit (Al-Aflaak) dan bintang-bintang di
majarroh kita yakni batas-batas alam material kita. Dan interpretasi ini sesuai
dengan interpretasi imam Muhammad Abduh ketika mengatakan: langit (As-Sama’u)
adalah nama bagi sesuatu yang berada di atas anda dan tinggi di atas kepala
anda; anda ketika mendengar kata langit ini sebenarnya membayangkan alam yang
berada di atas anda ini; di langit itu terdapat matahari dan bulan serta
planet-planet lain yang berjalan di garis-garis edar dan bergerak di
garis-garis orbitnya.
Inilah yang disebut langit, ia dibangun oleh Allah
yakni Dia yang meninggikannya dan menjadikan setiap planetnya sebagai bata dari
bangunan atapnya atau sebagai tembok yang mengelilinginya dan planet-planet
yang berjalan ini satu sama lain saling tarik-menarik dengan hukum gravitasi
yang universal sebagaimana bagian-bagian satu bangunan dihubungkan dengan
meletakkan materi antara bangunan itu yang dipergunakan untuk saling
tarik-menarik.
Di antara hal-hal yang perlu dijelaskan ialah bahwa
langit itu menunjukkan kehampaan yang terakhir di dalam alam dan yang tidak
mungkin jika ia kosong tidak diduduki oleh sesuatu, tetapi ia dipenuhi oleh
penengah yang non-material (ruang hampa udara yang disebut eter dan di dalam
penengah yang non-material inilah kekuatan non-material seperti
gelombang-gelombang Al-Asliki atau radio, radar, sinar panas dan
kekuatan-kekuatan ini diberi nama gelombang-gelombang eter.[3]
III.
Penafsiran ayat
A.
Penafsiran surat al-Fusilat 11
ثُمَّ
اسْتَوَى إِلَى السَّمَاءِ وَهِيَ دُخَانٌ فَقَالَ لَهَا وَلِلأرْضِ اِئْتِيَا
طَوْعًا أَوْ كَرْهًا قَالَتَا أَتَيْنَا طَائِعِينَ
Artinya:
Kemudian Dia menuju langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia
berkata kepadanya dan kepada bumi: "Datanglah kamu keduanya menurut
perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa". Keduanya menjawab: "Kami
datang dengan suka hati".
1.
Penjelasan ayat
“فَقَالَ لَهَا وَلِلأرْضِ
اِئْتِيَا طَوْعًا أَوْ كَرْهًا” Allah Subhânahu wa
Ta’âlâ berfirman kepada langit dan bumi: datanglah kalian, saya akan
menciptakan sesuatu di dalam kalian. Adapun engkau langit maka kami nampakkan
apa yang kami ciptakan di dalamnya berupa matahari, bulan, dan bintang. Dan
sedangkan engkau bumi maka kami keluarkan apa yang kami ciptakan di dalamnya
berupa pohon-pohon, buah, dan tumbuh-tumbuh-tumbuhan.[4]
“قَالَتَا أَتَيْنَا
طَائِعِين” kami datang seraya kami berkata kepada tuhan kami, kami menerima
perintahmu dan kami tidak akan mendustai perintahmu.
Ibnu ‘Abbas berkata pada lafad “فَقَالَ
لَهَا وَلِلأرْضِ اِئْتِيَا طَوْعًا أَوْ كَرْهًا” beliau
berkata: Allah berkata kepada langit: saya menampakkan matahari dan rembulan
begitu juga dengan para bintang. Dan Allah berkata kepada bumi: saya
mengeluarkan buah-buahan begitupula saya tumbuhkan pohon-pohon dan
tumbuh-tumbuhan.[5]
B.
Penafsiran surat Al-Ambiya’ 104
يَوْمَ نَطْوِي السَّمَاءَ كَطَيِّ السِّجِلِّ لِلْكُتُبِ كَمَا
بَدَأْنَا أَوَّلَ خَلْقٍ نُعِيدُهُ وَعْدًا عَلَيْنَا إِنَّا كُنَّا فَاعِلِينَ
Artinya:
(Yaitu) pada hari Kami gulung langit sebagai menggulung lembaran-lembaran
kertas. Sebagaimana Kami telah memulai penciptaan pertama begitulah Kami akan
mengulanginya. Itulah suatu janji yang pasti Kami tepati; sesungguhnya Kamilah
yang akan melaksanakannya.
1.
Penjelasan ayat
Allah Subhânahu wa
Ta’âlâ berfirman, inilah kejadian hari kiamat يَوْمَ نَطْوِي السَّمَاءَ كَطَيِّ السِّجِلِّ لِلْكُتُبِ “Yaitu pada hari kami gulung langit seperti kami menggulung
lembaran-lembaran kertas”, al-Bukhari berkata pada Ibnu Umar bahwa Rasulullah
bersabda:
إنّ الله يقبض يوم القيامة الأراضين وتكون السّموات بيمينه
" Sesungguhnya
Allah menggenggam bumi pada hari kiamat, sedangkan langit berada di tangan
kanan-Nya.” Lafazh ini hanya diriwayatkan oleh al-Bukhari.[6]
Ibnu Abi Hatim berkata bahwa Ibnu ‘Abbas: Allah menggulung tujuh
lapis dengan makhluk yang ada di dalamnya serta tujuh lapis bumi dengan makhluk
yang ada di dalamnya yang kesemuanya di gulung dengan tangan kanan-Nya. Semua
itu berada di tangan-Nya seperti sebuah biji kecil.
Apa yang di maksud hari di situ merupakan hari kiamat sesuai
firman Allah yang lain dalam surat az-zumar 68
وَمَا قَدَرُوا اللَّهَ حَقَّ قَدْرِهِ وَالأرْضُ جَمِيعًا
قَبْضَتُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَالسَّماوَاتُ مَطْوِيَّاتٌ بِيَمِينِهِ
سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ
Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang
semestinya padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari kiamat dan
langit digulung dengan tangan kanan-Nya. Maha Suci Tuhan dan Maha Tinggi Dia
dari apa yang mereka persekutukan.[7]
Pada lafad كَطَيِّ السِّجِلِّ
لِلْكُتُبِ, yaitu sebagai menggulung lembaran-lembaran kertas. Dikatakan, yang
dimaksud as-Sijl adalah kitab. Kata as-Sijl dalam
kitab jalalain artinya ialah malaikat pencatat amal perbuatan amalan anak adam,
sewaktu anak bersangkutan mati.[8]
Pendapat yang shahih dari Ibnu ‘Abbas bahwa as-Sijl adalah lembaran-lembaran. Pendapat ini dikatakan oleh Ali
bin Abi Thalhah dan al-‘Aufi dari Ibnu ‘Abbas dan dinashkan oleh Mujahid,
Qatadah dan selain mereka serta dipilih oleh Ibnu Jarir, karena kata itulah
yang dikenal dalam bahasa. Atas dasar ini, maka maknanya adalah: pada hari kami
gulung langit seperti gulungan kertas dengan makna sesuatu yang ditulis,
seperti firman-Nya:فلمّا أسلم وتله للجبين “Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas
pelipisnya,(nyatalah kesabaran keduanya)(Q.S ash-Shaaffaat:103).[9]
D. penafsiran ayat Addzariyat 47
وَالسَّمَاءَ بَنَيْنَاهَا بِأَيْدٍ وَإِنَّا لَمُوسِعُونَ
Artinya: Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan
sesungguhnya Kami benar-benar meluaskannya.
1.
penafsiran ayat
Allah Subhânahu wa Ta’âlâ berfirman seraya mengingatkan
penciptaan alam bagian atas dan alam bagian bawah وَالسَّمَاءَ بَنَيْنَاهَا “Dan langit itu kami
bangun”. Maksudnya, kami jadikan langit itu sebagai atap yang terpelihara dan
tinggi. بِأَيْدٍ “dengan kekuasaan”
maksudnya dengan kekuatan. Dalam kitab jalalain juga di katakan bahwa بِأَيْدٍ bermakna kekuatan.[10]
Demikian yang dikemukakan Ibnu ‘Abbas Radiyallahuanhu, mujahid, Qatadah, ats-Tsauri dan lain-lain. وَإِنَّا لَمُوسِعُونَ ‘dan sesungguhnya kami benar-benar meluaskannya” maksudnya, kami
telah menjadikan seluruh penjurunya luas, kemudian kami meninngikannya tanpa
menngunakan tiang kemudian ia menggantung sebagaimana adanya.[11]
Lafad وَالسَّمَاءَ بَنَيْنَاهَا
بِأَيْدٍ وَإِنَّا لَمُوسِعُونَ artinya ialah Allah mengangkat langit dengan daya kekuatan.
Pengertian ini di ta’wili oleh ahli ta’wil dengan kekuatan diambil dari hadis
yang diriwayatkan Ibnu ‘Abbas:[12]
يقول
: بقوّة عن ابن عباس قوله وَالسَّمَاءَ
بَنَيْنَاهَا بِأَيْدٍ
IV.
Kesimpulan
Dalam bahasa
Arab, langit disebut sebagai as-sama’ yang merupakan mufrod dari kata
as-samawat. Di dalam al-Qur’an, kata tersebut disebutkan sebanyak 310 kali
secara terpisah di beberapa surat. Dalam bentuk mufrod disebut sebanyak 120
kali, sedangkan disebutkan dalam bentuk jamak sebanyak 190 kali. Louis Ma’luf
dalam kamus al-Munjid mendefinisikan langit sebagai sesuatu yang kita lihat
berada di atas kita, seperti atap yang berwarna biru, yang melingkupi bumi atau
sesuatu yang melingkupi bumi dari angkasa yang sangat luas.
“فَقَالَ لَهَا وَلِلأرْضِ
اِئْتِيَا طَوْعًا أَوْ كَرْهًا” Allah Subhânahu wa
Ta’âlâ berfirman kepada langit dan bumi: datanglah kalian, saya akan
menciptakan sesuatu di dalam kalian. Adapun engkau langit maka kami nampakkan apa
yang kami ciptakan di dalamnya berupa matahari, bulan, dan bintang. Dan
sedangkan engkau bumi maka kami keluarkan apa yang kami ciptakan di dalamnya
berupa pohon-pohon, buah, dan tumbuh-tumbuh-tumbuhan.
Daftar Pustaka
Al-Qur’an
Dimisyqi (al-),
Abî al-Fidâ’ Ismail, Tafsir Al-Qur’an Al-Adzim, (Dar Taibah, Saudi Arab, 1999)
5:382.
Ibrahim,
Muhammad Ismail, Sisi Mulia: Agama dan Ilmu, (Jakarta: CV. Rajawali, 1986), h.
85-86.
Mahalli (al-), Jalaluddin
dan Suyuti (as-), Jalaluddin Tafsir Jalalain,(Dar Al-Kutub, jakarta, 2011),
636.
Nor Ichwan Mohammad, Tafsir ‘Ilmiy; Memahami Al-Qur’an Melalui
Pendekatan Sains Modern, (Yogyakarta; Menara Kudus, 2004), h. 188-189.
Noval,
Abdurrozaq, Langit dan Para Penghuninya.
Tabari (At-),
Ibnu Jarir, Jamiul bayan,(Dar fikr: ttp, 2009), 13:10.
[1] Mohammad Nor Ichwan, Tafsir ‘Ilmiy; Memahami Al-Qur’an Melalui
Pendekatan Sains Modern, (Yogyakarta; Menara Kudus, 2004), h. 188-189.
[2] Abdurrozaq
Noval, Langit dan Para Penghuninya.
[4] Ibnu Jarir
At-Tabari, Jamiul bayan,( ttp: Dar fikr, 2009), 12:108.
[5] Ibid., 12:108.
[6] Abî al-Fidâ’
Ismail al-Dimisyqi, Tafsir Al-Qur’an Al-Adzim, (Saudi Arab: Dar Taibah, 1999)
5:382.
[8] Jalaluddin al-Mahalli dan Jalaluddin as-suyûti, Tafsir Jalalain,( jakarta:Dar
Al-Kutub, 2011), 418.
[9] Abî al-Fidâ’
Ismail al-Dimisyqi, Tafsir Al-Qur’an Al-Adzim, (Saudi Arab, Dar Taibah, 1999) 5:382.
[10] Jalaluddin al-Mahalli dan Jalaluddin as-suyuti, Tafsir Jalalain,(
jakarta:Dar Al-Kutub, , 2011), 636.
[11] Ibid., 7:543.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar